Hadapi Mantan Menyebalkan


Bila Anda berpisah dari pasangan dan hidup sebagai orang tua tunggal, Anda akan merasa tertekan memiliki tanggung jawab lebih daripada yang seharusnya. Hampir seluruh tugas orangtua Anda lakukan sendiri. Dengan sedikit bantuan Anda memang bisa menyesuaikan diri dengan situasi ini secara emosional maupun finansial. Maka, anggaplah situasi kerjasama sebagai orangtua dengan sang mantan merupakan tes spiritual. Tujuan langsungnya adalah mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi berdua. Namun, akhir dari tujuan ini tentu saja meninggalkan segala interaksi buruk yang membuat Anda tak nyaman.

Ingatkah Anda saat terakhir bersama mantan pasangan? Apa yang terjadi? Apa yang Anda rasakan? Apa yang Anda lakukan atau katakan? Bila Anda mencoba mengatasi kejadian atau orang yang membuat stres, yang terjadi dapat berupa 3 tipe respons tak sehat, yaitu bertengkar (baik secara fisik maupun emosi), berkelahi, dan mempertahankan diri atau bungkam.

Kini, tanyakan pada diri, perilaku mana dari ketiga tipe tadi yang Anda alami saat berinteraksi dengan sang mantan. Ingat, tak satupun dari perilaku tadi akan membantu Anda ataupun anak-anak. Adalah bodoh bila seseorang melakukan hal yang sama berulang kali dan mengharapkan hasil berbeda. Apakah Anda termasuk jenis ini?

Hal ini tentu membuat Anda labil dan menjadi lebih stres. Sangat kritis bagi Anda untuk mempelajari perilaku baru. Dengan mempelajari diri lebih dalam lagi, Anda akan menjadi lebih dewasa dan anak-anak akan mengambil manfaat dari perilaku yang sehat. Memang diperlukan sikap tegas dan pengendalian diri kuat agar Anda jadi lebih sehat.

Nah, berikut ini sejumlah alat yang Anda perlukan bila berhadapan dengan perilaku yang sulit dari sang mantan. Jangan lagi berpikir hubungan Anda dengan mantan pasangan sebagai arena perkelahian. Menggunakan istilah “Ayahnya anak-anak” atau “Ibunya anak-anak” jauh lebih baik daripada menyebutnya “Mantan saya!” Bila mungkin, lepaskan dan tinggalkan semua masalah antara Anda berdua, kecuali masalah sebagai orang tua. Saat berinteraksi dengan mantan, bicaralah pelan agar lebih tenang. Kenali pula kebiasaan mantan, dan bila menyakiti hati, anggaplah itu kompensasi bagi dirinya. Bila secara lisan Anda diserang atau dibuat frustrasi, jangan membalasnya. Tarik nafas panjang dan jangan langsung merespons. Tanyakan kepadanya bila ingin melanjutkan pembicaraan di lain waktu.

Rasakan kaki Anda menginjak lantai, bernafas secara tenang, hubungkan antara tubuh dan jiwa, lemaskan bahu. Dengan melemaskan tubuh, pikiran Anda akan lebih tenang. Sangat penting untuk meminta dan bukan menuntut dalam pembicaraan, seperti “Maukah kamu …” dan bukan “Kamu harus …!" Jaga nada suara agar tetap netral, jangan bersikap bermusuhan, katakan singkat dan jelas. Jangan ucapkan berulang kali permintaan Anda. Hindari kata-kata yang mengandung emosi.

Bila cara ini masih gagal, lebih baik katakan kepadanya, Anda ingin mengatur pertemuan lagi untuk membicarakannya. Anda pun harus mau melihat seberapa besar kontribusi Anda terhadap stres yang dialami. Melakukannya berarti Anda bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tak lagi mengharapkan orang lain berubah.
Jika Anda tetap tak menyerah dan berharap sang mantan mau berubah, minta kepadanya untuk mengerti atau mengakui kerja keras Anda. Bila tidak, Anda akan terus merasa lemah dan menjadi korban perilaku sang mantan.

Situasi kerjasama sebagai orangtua dengan sang mantan merupakan guru paling sempurna. Dan ini memaksa untuk mengembangkan dan menggali lagi pusat spiritual Anda. Sebaiknya, lepaskan pula reaksi spontan terhadap mantan. Bila Anda memberi yang terbaik, situasi akan terkuasai dan akan sangat mampu menghadapi setiap orang yang sulit, yang dijumpai di dalam kehidupan ini. Dengan menyadari telah menyembuhkan pikiran dan tubuh sendiri, jiwa Anda akan ditemukan. Percayalah, hal ini merupakan karunia.

0 comments: (+add yours?)

Posting Komentar