Katanya Cinta, tapi Kok Suka Mengancam?


Cekcok mulut dalam rumahtangga itu biasa, karena suami istri sering berbeda pendapat. Namun, perlu dicermati bila pasangan mulai mengeluarkan kata-kata ancaman ketika sedang cekcok.

Mungkin saja ada lontaran kata-kata seperti "Aku minta cerai" atau kata ancaman lain yang bahkan bisa mengarah ke fisik, misalnya mengancam akan menyakiti pasangan atau dirinya sendiri.

Menurut psikolog Ari Radiawati Psi, kata-kata ancaman dapat dikategorikan sebagai jenis KDRT. "Sikap mengancam adalah ungkapan emosi ketika tujuan yang ia inginkan tidak tercapai. Misalnya ketika ia menginginkan A lalu pasangannya menolak atau tak sependapat, maka reaksinya adalah mengancam atau menakut-nakuti, dengan harapan pasangannya jadi manut," tutur konselor perkawinan ini.

Perlu diperhatikan, tidak semua tujuan atau apa pun yang kita inginkan bisa tercapai. Ada yang bisa menerimanya dengan bijak, ada pula yang langsung frustrasi. "Mereka yang obral ancaman ini sebenarnya merupakan cerminan pribadi dengan konsep diri rendah. Pribadi tipe begini, ketika berinteraksi selalu membutuhkan dukungan dari orang lain dan memiliki kecenderungan untuk selalu dapat mengontrol segala sesuatunya. Mereka selalu ingin dapat diterima dan dipahami, senang cari perhatian dan sangat tergantung pada pasangannya, sehingga kalau keinginannya tak terpenuhi, dia langsung menghamburkan kalimat ancaman."

Sebaliknya, mereka yang kepribadiannya mantap dan dewasa, justru enggan menggunakan kekerasan dan ancaman dalam menyelesaikan persoalan.

Sebenarnya, mudah untuk menelisik suami/istri dengan kecenderungan seperti ini, karena biasanya ketika berada di dalam situasi yang tak diinginkan, ia gampang meledak alias tak mampu mengatasi dengan kepala dingin. Akibatnya, yang muncul adalah tindak kekerasan, dari membentak, membanting sesuatu, memaki, mengancam bahkan melakukan kekerasak fisik. Akhirnya, hubungan perkawinan mengarah ke negatif. Alih-alih menunjukkan ketidaksetujuan dengan tetap mempertahankan rasa sayang dan hormat, yang ada justru memunculkan sindiran, ancaman, dan perilaku kasar.

Jika sudah begini, pasangannya bisa hidup dalam suasana "terteror" karena rumahtangga selalu dipenuhi ancaman. Pasangannya juga akan merasa tertekan dan tersakiti, karena siapa sih, yang tahan diancam terus-menerus? Sayangnya, sebagian besar suami/istri cenderung memenuhi permintaan si pengancam dengan harapan pertikaian cepat selesai. Apalagi kalau ancaman itu mengarah ke fisik, misalnya ancaman bunuh diri.

Padahal, menurut penelitian, banyak ancaman yang terlontar hanya sekadar ungkapan di bibir saja. Jadi, sebenarnya Anda tak perlu resah kalau akhirnya dia akan nekat melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri. "Karena tujuannya untuk cari perhatian, jarang yang benar-benar mau melakukan ancamannya menyakiti diri sendiri. Tentu mereka tidak bodoh, dong, mau melakukannya. Mereka juga punya perhitungan," tutur Ari.

Namun, kalau ancaman mulai muncul bahkan intensitasnya bertambah, tentu perlu ada solusi. "Bicaralah dari hati ke hati apa yang menyebabkan ketidakpuasannya sehingga mudah frustrasi," saran Ari. Ada baiknya juga, tegaskan padanya mau dibawa ke mana hubungan ini dan perlu tidaknya Anda memberi kesempatan lagi padanya untuk mau berubah karena menghadapi pasangan seperti ini pasti Anda sudah memberikan banyak waktu dan sikap toleransi.

Bila perlu, ajak dia menemui ahlinya. Dalam terapi psikologi, ada yang disebut anger management, di mana mereka yang mudah tersulut emosinya dilatih untuk dapat mengendalikan dan menyalurkan kemarahannya secara positif.

0 comments: (+add yours?)

Posting Komentar