Mengajari Anak Mengelola Emosi


Seperti halnya orang dewasa, emosi anak-anak bisa naik dan turun. Bahkan menurut para ahli, sejak usia 8 minggu bayi sudah bisa menunjukkan perbedaan emosinya. "Dengan mengajarkan anak bagaimana mengelola emosinya, Anda telah membekalinya skill yang penting dalam hidup," kata Victoria Manion Fleming, seorang psikolog pendidikan.

Saat emosi si kecil sedang tidak stabil, Anda dapat membantunya tetap merasa nyaman dengan cara-cara berikut:

Menaklukkan marah
Anda mungkin ingat bagaimana rasanya saat marah; darah rasanya mendidih, jantung berdebar, dan ingin rasanya meneriakkan apa yang dirasakan. Hal yang sama juga dialami si kecil saat ia marah, bedanya kemarahan anak-anak biasanya disertai tangisan, teriakan, bahkan bisa membuatnya sesak napas.

Untuk meredakan amarahnya, genggam tangannya dan mintalah ia menarik napas panjang. Setelah ia tenang, ajak si kecil mengungkapkan perasaannya lewat kalimat-kalimat sederhana. Misalnya, "Kakak marah karena mainan kakak dirusak adik." Hindari merespons kemarahan anak dengan teriakan dan omelan karena hal itu akan membuatnya tambah frustasi.

Sedih
Rasa kehilangan dan kecewa bisa membuat si kecil murung dan sedih. Biarkan si kecil mengekspresikan perasaannya dan hindari kata-kata yang menyudutkannya, seperti "Begitu saja kok sedih." Hibur si kecil dengan mengajaknya makan ice cream, misalnya, sambil memintanya bercerita apa yang membuatnya sedih.

Cemburu
Menginginkan barang milik orang lain, entah mainan, nilai rapor yang bagus, atau suara yang merdu, adalah hal yang normal. Begitu pun dengan anak-anak yang belum begitu mengerti mengapa mereka sangat ingin sesuatu yang dilihatnya tapi tak bisa dimiliki.

Ajari si kecil bahwa setiap orang unik dan berbeda, lalu ungkapkan juga bahwa Anda tetap merasa bangga dengan apa yang dimilikinya. Berikan penjelasan rasional yang mudah dicerna anak-anak. Misalnya, "Kamu belum boleh naik sepeda karena masih terlalu kecil."

Takut
Rasa takut yang dialami anak-anak adalah hal yang wajar. Anak-anak umumnya takut pada kegelapan, binatang tertentu, orang asing, atau monster. Orangtua tidak perlu bersikap overprotective bila anak merasa takut, namun hindari juga sikap meremehkan.

Sebaiknya cari tahu apa yang menjadi pencetus ketakutannya. Setelah itu, singkirkan jauh-jauh ketakutan anak dengan menceritakan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, bila ia takut anjing, katakan anjing tidak akan menggigit bila tidak diganggu. Kemudian secara perlahan kenalkan anak dengan anjing.

0 comments: (+add yours?)

Posting Komentar