Bayar Pakai Uang, Kembaliannya Permen


Rasanya dongkol banget dikasih uang kembalian berupa permen? Kita kan bayarnya pakai uang. Bukan permen!

Mungkin banyak dari Anda yang pernah merasakan pengalaman menyebalkan seperti yang dialami Melly Rahayu (28) barusan. Tanpa penjelasan, tiba-tiba saja uang kembalian berubah wujud jadi permen. Ya, praktik uang kembalian yang diganti permen belakangan ini makin marak terjadi di berbagai swalayan dan juga toko. Konsumen pun dibuat seakan tak berdaya.

Melly yang menjadi pelanggan Alfamart di kawasan industri Cikarang bercerita, "Setiap kali saya dan teman-teman belanja, selisih uang kembalian selalu diganti permen. Ini sudah keterlaluan. Masak uang kembalian Rp 400 diganti 4 butir permen? Berapa sih harga sebutir permen? Kenapa sih tidak menyediakan uang receh? Kalau begini caranya, apa pembeli boleh bayar pakai permen?"

Karena kesal, kembalian berupa permen sering ia hibahkan ke kasir. Namun, karena kejadian serupa terus-menerus menimpanya, kekesalan pun tak tertahankan lagi. Melly lantas mengirim surat pembaca ke sebuah media. "Namun, sampai sekarang enggak ada tanggapan tuh dari pihak swalayan. Tetap saja begitu," sungutnya.

Ira Umboh (33) pernah mengalami hal serupa. Bedanya, uang kembalian Rp 200 setelah belanja di Alfamart, Sukabumi, langsung dimasukkan kasir ke kantong donasi tanpa bilang apa-apa. Ira yang menuangkan kekesalannya lewat surat pembaca menambahkan, "Dua hari setelah surat itu dimuat, datang perwakilan Alfamart untuk minta maaf. Mereka membenarkan sedang ada program donasi. Sayangnya, mereka kok tidak menempelkan selebaran pemberitahuan dari kantor pusat. Donasinya juga tidak ada transparansinya."

Tidak ditanggapi
Rupanya pengalaman buruk Ira tak hanya itu. Ramayana Blok M Mall adalah tempat ia dan suami biasa berbelanja. Di sana, mereka sering kali mendapat uang kembalian berupa permen. September silam, ia terpaksa bersitegang dengan kasir di swalayan tersebut.

Saat itu Ira berbelanja dua item barang seharga Rp 8.300 dan membayar dengan uang Rp 10.000. Kasir memberinya uang kembalian 1 lembar Rp 1.000, 1 koin Rp 500, dan dua buah permen. "Uangnya saya terima, permennya saya tolak. Saya minta diberi uang Rp 200. Dengan wajah cemberut, kasir bilang, enggak ada kembalian Rp 200."

Sebetulnya, kata Ira, ia tak mempermasalahkan nominalnya. "Namun, kok enak sekali memberi kembalian kepada konsumen dengan permen. Sejak kapan permen dijadikan alat tukar pembayaran? Apa sulitnya menyediakan uang recehan," ujarnya.

Karena kesal dengan pengalaman pahitnya yang terakhir itulah, Ira menulis surat pembaca kepada sejumlah media online dan mengadu ke YLKI. Ternyata, tidak ada tanggapan sama sekali dari Ramayana. "Malahan waktu suami saya belanja baju di departement store-nya, uang kembalian Rp 500 juga diberi permen. Namun, suami menolak. Dia ngotot minta uang dan akhirnya diberi juga. Aneh kan? Ada itikad memberi uang kembalian enggak sih sebenarnya?"

Berhubung masih sering kali mengalami hal seperti itu, Ira berencana mengumpulkan setruk belanjaan plus permen dari swalayan mana pun tempatnya belanja. "Kalau sudah terkumpul banyak, permennya mau saya pakai buat belanja ke swalayan itu. Coba, mereka konsekuen enggak dengan cara seperti itu."

Direktur PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, Drs Setyadi Surya, tak menampik, banyak pelanggan Ramayana mengeluhkan uang kembaliannya yang berbentuk permen.

"Keluhan Ibu Ira bukan satu-satunya yang sampai pada kami. Banyaknya relatif. Saya tidak bisa menyebutkan berapa jumlahnya. Kami menyadari keberatan pelanggan. Itu sebabnya kami tengah mencari cara terbaik soal kembalian receh itu."

Ramayana, tandas Setyadi, sudah berusaha setiap hari ke Bank Indonesia menukarkan kepingan uang logam di bawah nominal Rp 500. "Tapi sejauh ini, sulit sekali memperoleh uang pecahan di bawah nominal Rp 500 di sana. Tidak selalu ada. Kalau kepingan Rp 500, sih, banyak"

Bagaimana bila kostumer ganti membayar belanjaannya dengan kumpulan permen? "Kalau saya setujui, nanti kami disalahkan Pemerintah. Permen, kan, bukan alat tukar bayar. Kalau kami memberi permen, itu karena belum menemukan solusi. Sudahlah, mari kita cari solusinya bersama," kilah Setyadi.

Hal senada dilontarkan oleh Linda Valentin, tim marketing Alfamart. "Kami kesulitan mendapatkan uang nominal kecil dari BI." Meski begitu, Linda menegaskan, jalan keluar yang diambil Alfamart tidak akan merugikan konsumennya. "Salah satu solusinya, kami menawarkan pembayaran dengan kartu debit."

Tidak itu saja. Alfamart juga mengeluarkan kartu pra bayar (pre paid card) yang bisa dimanfaatkan konsumen, "Sehingga tidak perlu menggunakan uang tunai saat bertransaksi. Dengan begitu, konsumen sama sekali tidak rugi, bukan?," tandas Linda.

Tak hanya swalayan yang memberi uang kembalian di bawah Rp 500 ke pembeli dalam bentuk permen. Holan Bakeri pun memberlakukan kebijakan sama. "Tapi, kembalian permen itu hanya jalan terakhir. Semampu mungkin, kami memberi uang kembalian. Kalau ada pasti diberi," papar Erlin, Perwakilan dari Holan Bakeri Cikini, Jakarta.

Bila tidak, sambungnya, biasanya kasir menanyakan dulu, apakah pembeli punya uang receh sehingga pihaknya bisa memberi kembalian genap. "Misalnya, kami harus mengembalikan Rp 8. 300, kalau kostumer punya uang receh Rp 200, kami akan kembalikan Rp 8.500. Bila tidak, kami terpaksa memberi dua buah permen. Permen yang kami berikan benar-benar permen yang harganya di atas Rp 100 sehingga kostumer bisa menerima. Di Holan Bakeri tidak ada harga barang dengan pecahan di bawah Rp 100."

Kebijakan permen sebagai uang kembalian, lanjutnya, sudah berlaku dua bulan belakangan ini. "Itu karena kami kesulitan memperoleh uang receh. Kami tidak bisa langsung menukar uang receh ke BI. Bisanya ke bank swasta. Mereka yang menukar uang receh ke BI. Itu pun tidak selalu dapat. Karena itu, kami putuskan memberi permen."

Diakui Erlin, dampak pemberian permen itu dirasakan langsung oleh kasir, karena kostumer komplain langsung ke kasir. "Pernah ada kostumer membayar sebagian barang yang dibelinya dengan permen serupa permen kami. Apa boleh buat, harus diterima. Pembeli, kan, macam-macam tabiatnya."

Cuma Rupiah Yang Sah

Soal susahnya menukar uang receh, dibantah Kepala Direktorat Pengedaran Uang Bank Indonesia (BI), Edy Siswanto. "BI selalu membuka layanan penukaran uang di loket-loket layanan kas kantor BI dan penyediaan kas keliling yang ada di 20 lokasi (pasar dan mal) di Jakarta dan beberapa lokasi lainnya di luar Jakarta."

Untuk Jakarta, layanan kas keliling dilakukan sebanyak 1 kali dalam seminggu dan setiap mobil kas menyediakan uang Rp 300 juta dengan uang pecahan Rp 20 ribu ke bawah. Sedangkan untuk luar Jakarta, setiap kota disediakan satu mobil kas keliling yang datang tiap dua bulan sekali dengan penyediaan uang yang lebih besar, yaitu Rp 800 juta.

Edy berharap, dengan adanya kas keliling ini, para nasabah individual dan retailer semakin terbantu dan tidak merasa kesulitan dalam menjalankan kegiatan usahanya. "Jadi, sebenarnya tidak ada alasan lagi bagi para retailer untuk tetap menggunakan permen sebagai uang kembalian pecahan Rp 500 ke bawah. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 2 UU RI No 3 Tahun 2004 yang mengatakan alat pembayaran yang sah di Negara RI adalah rupiah."

Namun, diakui Edy, BI tidak mengawasi retailer nakal secara langsung, melainkan hanya sekadar menindaklanjuti informasi dari masyarakat yang disampaikan langsung ke BI atau melalui media massa. "Sebagai tindak lanjutnya, kami memberi imbauan pada retailer untuk melakukan pemenuhan uang pecahan kecil melalui perbankan atau kas keliling yang diselenggarakan BI."

Jadi, tak ada alasan lagi untuk memberi kembalian dalam bentuk permen, bukan?

1 comments: (+add yours?)

Wang Ke Cil mengatakan...

Jika anda ingin mengubah coba dukung petisi ini
https://www.change.org/p/bank-indonesia-permudah-penukaran-uang-receh?recruiter=369647676&utm_source=share_petition&utm_medium=copylink

Posting Komentar