Prinsip Pernikahan Yang Perlu Anda Ketahui


Sebelum menikah, tentunya Anda pernah menerima saran dan nasehat baik dari orangtua atau dari siapapun mengenai kehidupan berumah tangga. Tujuannya cuma satu, yakni memaksimalkan keharmonisan rumah tangga. Namun seiring dengan kemajuan zaman, ada beberapa saran yang sepertinya kurang cocok untuk diterapkan dalam rumah tangga era modern sekarang. Kira-kira apa saja ya..

Jika Anda sudah menikah, mungkin Anda pernah mendengar beberapa prinsip dasar pernikahan yang katanya harus dilakukan jika ingin rumahtangga Anda bertahan dan harmonis. Tetapi, pernahkah Anda berpikir bahwa prinsip-prinsip atau saran-saran yang mungkin Anda pernah terima dari orang lain tersebut mungkin saja tak efektif? "Masalah yang sering dihadapi oleh pasangan menikah adalah mereka seringkali berusaha mengikuti saran-saran tersebut tetapi hasilnya tetap nihil," papar psikiatris Steve Simring dan istrinya, Sue Klavans Simring, penulis buku Making Marriage Work for Dummies.

Kegagalan menuai keharmonisan setelah mengikuti saran-saran orang lain atau prinsip yang sudah dianggap umum tersebut, bisa menimbulkan tekanan yang cukup berat. Kegagalan setelah melakukan sesuatu yang dianggap benar bisa membuat pasangan menikah berpikir bahwa memang ada yang salah dalam rumah tangga mereka. Padahal, kejadiannya mungkin saja tidak begitu. Penyebab kegagalan itu bisa amat beragam. Misalnya, kondisi yang berbeda dari satu pasangan dengan pasangan lain. Satu prinsip bisa saja berhasil pada satu pasangan, tetapi belum tentu manjur untuk pasangan lain.

Karena itu, sekaranglah saatnya untuk mempertanyakan kembali prinsip-prinsip tersebut. Darimana asalnya aturan-aturan tersebut? Apakah suatu tindakan yang terbukti sukses pada pasangan lain bisa juga efektif untuk rumah tangga Anda? Kenapa tidak membuat aturan sendiri sesuai dengar kondisi rumah tangga Anda? Dan, itulah pertanyaannya: kenapa tidak membuat aturan sendiri dan membuang nilai-nilai lama yang tak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi di era moderenisasi seperti ini. Penelitian yang dilakukan para ahli perkawinan dan keluarga membuktikan bahwa pasangan yang berbahagia adalah pasangan yang berani melanggar "aturan" yang selama ini dipercaya membawa keharmonisan. Dan, para pakar terapis keluarga juga mendukung hasil penelitian tersebut. Nah, inilah beberapa "aturan" yang bisa dilanggar tersebut.

1. Inilah salah satu resep pernikahan harmonis yang paling sering dilontarkan oleh para orangtua atau pasangan lain. "Konflik merupakan kejadian yang tidak menyenangkan dan karena itu orang biasanya berusaha menghindari konflik. Dari situlah sebenarnya asal-usul aturan tersebut". Namun yang perlu Anda tahu konflik bukanlah sesuatu yang harus dihindari dan bukan merupakan tanda-tanda rumah tangga yang bermasalah. Karena itu, tak ada gunanya berusaha buru-buru menyelesaikan konflik sebelum masalah sebenarnya tuntas sama sekali. Karena sifatnya yang negatif tersebut, saran yang diberikan umumnya mengarahkan pasangan untuk segera menyelesaikan konflik yang muncul. Padahal, hal tersebut sama sekali tidak realistis.

Dan, saran tersebut bukan hanya tidak realistis dari segi emosional, tetapi juga dari segi fisik. Menyuruh seseorang untuk tidak marah sama seperti menyuruh seseorang untuk tidak merasa lapar. Perasaan marah adalah respon fisiologis dan kimiawi terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan atau membuat frustrasi. Karena itu, kemarahan tak mungkin diatur seperti menyalakan atau memadamkan lampu dengan sebuah saklar. Jadi, jika Anda masih marah dan sudah saatnya tidur, ya tidurlah dalam keadaan marah.

Dan, keadaan seperti itu bukan masalah, karena pernikahan yang pada dasarnya kuat bisa menoleransi kondisi seperti itu. Bahkan, kemarahan yang didiamkan seperti itu bisa memberi keuntungan tersendiri, karena menghargai hak pasangan untuk merasa marah adalah salah satu aspek dari menghargai pasangan.

2. Katakan Keinginan Anda dalam Hal Sex. Ini zaman modern dan menikmati kehidupan sex yang fantastis bersama pasangan adalah hak Anda. Komunikasi juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan rumah tangga. Tetapi, mengatakan apa keinginan Anda kepada pasangan setiap kali Anda akan bercinta bukanlah hal yang bijak, terutama dalam hubungan jangka panjang. Soalnya, dengan semakin seringnya mengatakan apa keinginan Anda dalam hal sex mengimplikasikan bahwa teknik jauh lebih penting.

Kepuasan seksual dalam rumah tangga memang hal yang penting, tetapi tak berarti Anda harus mendapatkan kepuasan fantastis setiap kali berhubungan intim. Sex yang spektakuler membutuhkan usaha. Dalam kehidupan sehari-hari, ada saatnya ketika pasangan merasa ingin bebas dari 'beban' semacam itu. Bahkan pakar seksologi mengatakan bahwa tak setiap keinginan harus dikomunikasikan. Terutama sekali bila keinginan tersebut berpotensi menimbulkan konflik dan akan menimbulkan lebih banyak masalah daripada kesenangan. Misalnya, jika seorang istri tak ingin melakukan sex oral, maka sang suami tak perlu mempertanyakan hal tersebut lagi.

3. Berurusan dengan Orangtua Masing-Masing. Walau saran ini mungkin tak terlalu popular, tetapi ada kecenderungan pasangan menikah untuk "mengurus" orangtua masing-masing secara terpisah. Dan, biasanya, kesepakatan tak tertulisnya adalah Anda mengurus orangtua Anda sendiri dan sebaliknya. Misalnya, jika orangtua Anda membutuhkan uang, maka Anda yang akan memberi bantuan dan sebaliknya. Walaupun misalnya hanya suami Anda saja yang bekerja dan uang yang digunakan untuk membantu orangtua Anda adalah "uangnya", biasanya yang memberikan adalah Anda sendiri. Padahal, pengaturannya tak selamanya harus begitu.

Untuk urusan mertua, siapa yang melakukan apa tak sepenting bagaimana cara melakukannya. Misalnya, orangtua Anda marah kepada Anda berdua karena suatu sebab. Yang harus menghadapi orangtua Anda tak harus Anda sendiri tetapi bisa juga pasangan. Yang lebih penting adalah bagaimana caranya menghadapi kemarahan orangtua Anda, bukan siapa yang menghadapinya. Jadi, jangan terlalu terpaku pada pola lama. Setelah menikah, anggaplah semua adalah orangtua Anda berdua. "Pelanggatan" prinsip ini mungkin juga berguna untuk menghilangkan pengkotakan-kotakan orangtua dan mertua, yang sering membawa masalah dalam hubungan dengan keluarga besar.

4. Pasangan Bahagia Selalu Bersama-Sama. Anda mungkin sering menyaksikan gambaran keluarga bahagia versi televisi. Mereka bepergian sekeluarga bersama-sama, pulang kantor bersama-sama, makan malam selalu bersama-sama, dan sebagainya. Jika kebetulan Anda datang ke acara arisan keluarga tanpa pasangan Anda, pastilah ada seseorang yang akan menunjukkan sikap seolah-olah tindakan Anda tersebut tidak benar.

Apalagi jika acara tersebut ia berkaitan dengan hari raya, lebaran, misalnya. Dan, banyak orang yang percaya bahwa jarangnya pasangan terlihat bersama-sama menunjukkan adanya masalah dalam pernikahan pasangan tersebut. Benarkah?

Jika Anda menggunakan kebersamaan fisik semacam untuk sebagai barometer kebahagiaan rumah tangga, maka melewatkan waktu liburan tanpa kehadiran pasangan, misalnya, bisa menimbulkan perasaan negatif. Soalnya, dalam realitas ada saja kondisi yang bisa menyebabkan Anda berdua harus "berpisah" sementara waktu.. Misalnya, suami Anda terpaksa bekerja saat Lebaran atau Natal, sementara Anda biasanya mudik pada saat itu. Atau, suami Anda harus bertemu dengan kliennya dalam acara pertandingan golf sementara Anda sudah berjanji kepada anak-anak pergi rekreasi.

Yang sebenarnya, kebersamaan seperti itu bukanlah ukuran kebahagiaan pernikahan. Ada banyak pasangan yang selalu pergi bersama-sama tetapi bercerai juga setelah beberapa tahun menikah. Karena itu, berikan sedikit ruang kepada pasangan Anda untuk melakukan apa yang menurutnya penting dilakukan. Yang penting, kondisi tersebut diciptakan atas dasar win-win solution, sehingga tak ada salah satu dari Anda yang merasa dirugikan.

Nah, jika dalam kehidupan rumah tangga Anda merasa tak melakukan satu pun dari aturan di atas, jangan berkecil hati. Absennya prinsip-prinsip tersebut dalam rumah tangga Anda sama sekali tak perlu dicemaskan.

0 comments: (+add yours?)

Posting Komentar